Jakarta – Koalisi Masyarakat Sipil menyesalkan pernyataan impulsif Presiden Prabowo Subianto terkait dengan tudingan Lembaga Swadaya Masyarakat sebagai pengadu domba. Pernyataan ini tidak selaras dengan kemajuan zaman yang semakin demokratis dan mengglobal, serta pengakuan terhadap organisasi swadaya masyarakat sebagai pilar penting dalam pembangunan. Hampir semua dokumen atau instrumen internasional mengakui pentingnya lembaga swadaya masyarakat dalam pembangunan demokrasi, kebebasan sipil, dan hak asasi manusia. Semakin disayangkan, pernyataan itu disampaikan dalam pidato Hari Lahir Pancasila.
Dalam banyak pengalaman di dunia, tidak terkecuali di Indonesia, lembaga ini menjadi salah satu pilar membangun suatu bangsa. Mereka menjadi jembatan bagi masyarakat dalam menyampaikan aspirasi dan pandangan mereka atas situasi proses bernegara, mengawasi kebijakan publik, mengkritisi para elit dan pemangku kewajiban yang tidak amanah, serta membangun kesadaran publik tentang hidup berbangsa dan bernegara secara demokratis. Di Indonesia, LSM menjadi roda gerakan masyarakat menentang otoriritarianisme, dan segala bentuk eksploitasi, korupsi, perusakan lingkungan dan kekerasan tidak bisa disangkal lagi.
Adalah ahistoris bila Presiden Prabowo menyatakan LSM sebagai pengadu domba, karena kenyataannya LSM telah menjadi aktor yang memastikan check and balances dalam sistem ketatanegaraan dan pemerintahan di Indonesia saat ini. Di saat yang sama, sistem check and balances saat ini sudah tak bisa bekerja secara efektif, terjerat kepentingan elit, dan akibatnya tidak ada yang membela kepentingan rakyat.
Keberadaan LSM adalah manifestasi dari pelaksanaan kebebasan berserikat, berkumpul dan berpendapat yang menjadi bagian fundamental dari kebebasan sipil dan HAM, yang dijamin oleh konstitusi. Bahkan Pasal 28C ayat (2) UUD 1945 telah secara khusus menjamin partisipasi masyarakat untuk secara kolektif terlibat dalam pembangunan, sebagai sarana memajukan diri dan memperjuangkan haknya. Oleh karena itu, penting selalu diingat HAM adalah tonggak bagi warga negara dimanusiakan oleh negara, sehingga menolak HAM berarti menolak agar rakyat diperlakukan secara manusiawi.. Lebih dari itu, rezim yang menolak LSM adalah rezim yang menolak pemerintahannya di awasi oleh masyarakat sehingga rezim itu potensial menyalahgunakan kekuasaannya . Dengan demikian , hal itu menjadi sinyal kuat sebagai bentuk rezim yang mengarah otoriter dan anti-kritik.
Jakarta, 4 Juni 2025
KOALISI MASYARAKAT SIPIL
SETARA Institute, IMPARSIAL, PBHI, WALHI, HRWG, DeJuRe, Centra Initiative, Raksha Initiatives
1. Ardimanto (IMPARSIAL)
2. Julius Ibrani (PBHI)
3. Bhatara Ibnu Reza (DeJuRe)
4. M Islah (WALHI)
5. Daniel Awigra (HRWG))
6. Wahyudi Djafar (Raksha Initiatives)
7. Al Araf (Centra Initiative)